Kehidupan manusia sekarang ini semakin maju, didukung dengan
teknologi yang semakin memudahkan manusia dalam menjalankan aktivitas
dan kehidupannya sehari-hari. Gerak manusia semakin cepat, setiap
aktivitas yang dikerjakan dikontrol oleh agenda yang senantiasa dibawa
serta, mereka merasa selalu diburu waktu seakan waktu 24 jam sehari
tidaklah cukup. Kehidupan seakan berjalan seperti rutinitas yang
senantiasa harus dilakukan untuk mencapai ‘tujuan hidup’, tanpa
menyampingkan hal lain, seperti kesehatan dan kebutuhan spiritual, hanya
terfokus pada pekerjaan dengan dipenuhi oleh pikiran kesenangan yang
akan didapat di masa yang akan datang.
Di balik itu semua, secara jujur, maukah Anda mengakui bahwa Anda
merasa gelisah? Apakah kadang Anda merasa takut dan susah hati menjalani
hidup yang itu-itu saja? Kalau jawabannya ‘ya’, jangan khawatir, karena
itu adalah hal yang wajar dialami oleh manusia bahkan mungkin sampai
saat kematian menghampirinya.
Kegelisahan dan kesedihan merupakan suatu kejahatan kembar yang
datang beriringan dan bergandengan. Mereka hidup bersama-sama di dunia
ini. Jika Anda gelisah, maka Anda akan merasa susah dan sedih, begitu
pun sebaliknya. Kadangkala kita berupaya untuk menghindari mereka, lari
dari kenyataan, tetapi tetap saja mereka akan senantiasa hadir dalam
diri kita. Kejahatan kembar ini bukan untuk dihindari, tetapi bukan
berarti kita membiarkan mereka untuk mengalahkan kita. Kita harus
mengatasi mereka dengan usaha kita sendiri, dengan kemantapan hati dan
kesabaran, dengan pengertian benar dan kebijaksanaan.
Kegelisahan yang timbul dalam diri kita sebenarnya dibuat oleh kita
sendiri, kita ciptakan mereka di dalam pikiran kita melalui
ketidakmampuan ataupun kegagalan untuk mengerti bahaya perasaan keakuan
dan melalui khayalan yang melambung serta kesalahan dalam menilai setiap
kejadian atau benda. Hanya jika kita dapat melihat suatu kejadian atau
benda dengan apa adanya, bahwa tidak ada sesuatu apa pun yang kekal di
dunia ini dan bahwa keakuan kita sendiri merupakan khayalan liar yang
membawa kekacauan dalam pikiran yang tidak terlatih.
Sang Buddha bersabda, “Di mana pun rasa ketakutan muncul, ia hanya
akan muncul pada orang yang bodoh, tidak pada orang yang bijaksana.”
Ketakutan tidaklah lebih dari keadaan pikiran yang dapat menjadi subyek
untuk mengendalikan dan memimpin, penyalahgunaan pikiranlah yang
menghasilkan ketakutan, penggunaan yang benar akan mewujudkan harapan
dan cita-cita dan dalam hal ini pikiran sepenuhnya tergantung pada diri
kira sendiri.
Ada pepatah yang berbunyi, “Alam telah menganugerahi manusia untuk
dapat mengendalikan seluruh isinya, kecuali satu hal, yaitu pikiran.”
Kenyataan ini diperkuat dengan kenyataan tambahan bahwa segala sesuatu
yang diciptakan manusia dimulai dalam bentuk pikiran, hal ini menuntun
kita untuk menyadari bahwa ketakutan dapat diatasi. Rasa ketakutan,
kegelisahan, dan kecemasan yang tidak berlebihan merupakan naluri
alamiah untuk menjaga diri, tetapi jika berlebihan akan menjadi musuh
bagi manusia itu sendiri.
Seorang ahli anatomi terkemuka dari Inggris suatu ketika ditanya oleh
muridnya tentang obat terbaik untuk mengatasi ketakutan, dan jawabnya
adalah, “Cobalah untuk mengerjakan sesuatu untuk orang lain.” Murid
tersebut merasa heran atas jawaban yang diberikan, kemudian sang guru
meneruskan, “Anda tidak dapat memiliki dua pikiran yang berlawanan pada
waktu yang sama, salah satu pikiran akan mengusir pikiran yang lain.
Jika suatu saat pikiran sedang terpusat untuk menolong orang lain tanpa
mengharapkan apa pun, maka rasa ketakutan tidak akan muncul di dalam
pikiran pada waktu yang sama.”